Faraidh : Penjelasan Secara Ringkas

Dasar Pembagian Waris

إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا ()وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ() سورة النساء

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala - Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS. An Nisaa : 10 & 14)

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي (رواه ابن ماجه)

Rasulullah ﷺ, bersabda,"Hai Abu Hurairah pelajarilah al faraidl dan ajarkanlah, karena ia  itu setengah ilmu; dan ia itu akan dilupakan dan ialah ilmu yang pertama akan tercabut dari umatku". (HR. Ibnu Majah)

قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ تَعَلَّمُوا الْقُرْآنَ وَعَلِّمُوهُ النَّاسَ فَإِنِّي امْرُؤٌ مَقْبُوضٌ وَالْعِلْمُ سَيُقْبَضُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اثْنَانِ فِي فَرِيضَةٍ لاَ يَجِدَانِ أَحَدًا يَفْصِلُ بَيْنَهُمَا(رواه الدارمى)

Ibnu Mas’ud berkata, ’Rasulullah ﷺ, bersabda kepadaku, “Belajarlah ilmu(agama) dan ajarilah orang lain, dan pelajarilah al faraidl dan ajarilah orang lain, belajarlah Al Quran dan ajarilah orang lain, karena aku seseorang yang akan mati dan ilmu akan terangkat, dan akan nampak fitnah-fitnah dan bisa jadi akan ada dua orang yang berselisih pada hal-hal yang fardlu, akan tetapi tidak ditemukan orang yang menjelaskan kepada mereka berdua.” (HR. Ad Darimi)

فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ مِنْ الْأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ (رواه البخارى)

Rasulullah ﷺ, bersabda, “Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah dengan zhalim, maka Allah SWT akan membebani (lehernya pada hari kiamat) dengan tujuh lapis bumi.” (HR. Bukhari)

مَنْ أَكَلَ لُقْمَةً مِنْ حَرَامٍ لمَ ْيُقْبَلْ لَهُ صَلاَةً أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً وَلمَ ْيُسْتَجَبْ لَهُ دَعْوَةً أَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا وَكُلَّ لَحْمٍ يَنْبُتُهُ الْحَرَامُ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ (الديلمى عن ابن مسعود)

Barangsiapa yang memakan satu suap dari yang haram, maka tidak akan diterima shalat darinya selama empat puluh malam, tidak akan dikabulkan do’anya empat puluh subuh dan setiap daging yang tumbuh dari yang haram, maka neraka lah yang lebih berhak untuknya. (HR. Ad Dailami dari Ibnu Mas’ud)

كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِنْ تَرَكَ خَيْرًا الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِينَ (سورة البقرة)

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (QS. Al Baqarah : 180)

قَالَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ (رواه ابن ماجه)

Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberi kepada setiap orang sesuai dengan haknya, maka tidak boleh wasiat kepada ahli waris”. (HR. Ibnu Majah)

عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ فَقُلْتُ إِنِّي ذُو مَالٍ وَلاَ يَرِثُنِي إِلاَّ ابْنَةٌ أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ لاَ فَقُلْتُ بِالشَّطْرِ فَقَالَ لاَ ثُمَّ قَالَ الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَبِيرٌ أَوْ كَثِيرٌ إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ (رواه البخارى)

Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Saya mempunyai harta, ahli warisku hanya seorang anak perempuan. Bolehkah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?.’ Beliau (Rasulullah ﷺ) menjawab, “Tidak boleh.” Aku bertanya lagi, apakah boleh bersedekah dengan setengahnya?, Beliau menjawab, “Tidak.” Aku bertanya lagi bolehkah aku bersedekah dengan sepertiganya?. Beliau menjawab, “Sepertiga dan sepertiga itu banyak. Sesungguhnya kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada meninggalkan mereka papa, lalu mereka mengemis kepada orang-orang". (HR. Bukhari)

لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا [٤:٧] 

Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. An Nisaa : 7)

QS. An Nisa ayat 7 s.d. 14, menjelaskan bagaimana kedudukan harta waris dan cara pembagiannya serta ancaman bagi orang yang tidak tunduk patuh terhadap aturan yang telah Allah tetapkan.

Keimanan keluarga terhadap al-Qur’an akan diuji ketika hukum waris ini harus dilaksanakan, dan disinilah peran orang tua sangat vital. Banyak kasus yang terjadi ketika seorang suami atau istri meninggal, seolah-olah harta peninggalan itu adalah harta bagiannya (istri atau suami), apalagi kalau anak-anaknya masih kecil. Padahal pembagian harta waris itu tidak memandang usia. Dan sinilah Allah mengingatkan tentang memakan harta anak yatim sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).(QS. An Nisaa : 10)

Peringatan ini, harus menjadi rambu-rambu bagi keluarga, agar berhati-hati terhadap harta pembagian waris. Seorang istri yang ditinggalkan mati suami, harus ingat dengan ancaman ini, begitupun keluarga yang lainnya. Karena bisa saja harta yang menjadi hak anak yatim, termakan oleh keluarga yang lainnya.

Pengurus anak yatim harus lebih hati-hati dalam membelanjakan harta untuk mereka, karena anggaranya berbeda, jika anggaran itu berasal dari harta peninggalan orang tua mereka. Demikian juga untuk ayah, ibunya, dan saudara-saudaranya. 

Qismah

Qismah atau pembagian harta warisan harus disepakati waktunya oleh semua pihak yang terkait. Jangan terburu-buru atau ditangguhkan terlalu lama. Jika ditangguhkan sampai satu tahun dari kematian misalnya, dikhawatirkan akan melupakan hal-hal yang kecil, menghilangkan sebagian harta, menurunkan harga kendaraan, memakai yang bukan haknya,  merubah status kepemilikan, atau bisa saja ada ahli waris lain yang meninggal lagi, sehingga urusannya tambah rumit. Sebenarnya tidak perlu dibagikan barangnya pada saat itu, tetapi bisa berupa catatan kepemilikan yang disepakati bersama.

Adapun waktunya harus sesegera mungkin dengan mengindahkan suasana yang sangat mendukung dengan cara musyawarah. Mulai dari mengidentifikasi harta si mayit, menaksir harga, dan mufakat pembagiannya di atas kertas dengan saksi orang ketiga yang memahami ilmu Faraidl. Pembagian itu tidak didasari dengan kebutuhan, suka dan tidak suka atau kedekatan batin seseorang dengan si mati. Ketentuannya sudah ditetapkan oleh Allah Swt.

Ahli waris wajib hadir atau menguasakan kepada orang yang dapat dipercaya. Sedangkan selain mereka tidak menjadi kendala qismah jika tidak hadir. Apalagi jika tidak ada wasiat untuk mereka.

Jika merasa ada ketimpangan dan perbedaan, maka terbuka pintu shadaqah bagi orang-orang yang mendapatkan  lebih. Misalnya, anak laki-laki hidupnya mapan berkecukupan sedangkan anak perempuan statusnya janda, tidak mempunyai penghasilan dan anaknya banyak. Maka saudaranya bisa membantu atau menshadaqahkan bagiannya kepadanya.

Jika ulul qurbaa (kerabat dekat), anak yatim dan orang miskin hadir pada acara qismah, berilah mereka rizqi dari harta warisan itu sekedar pemberian yang tidak banyak; misalnya pakaian almarhum/ah yang masih layak, atau sedikit dari hasil penjualan harta warisan.  Rizqi yang diberikan kepada mereka harus yang dapat dimanfaatkan atau masih berguna. Mereka tidak boleh menerima sampai sebanding dengan hak ahli waris yang terkecil, apalagi lebih besar. 

Jangan menganggap enteng karena alasan hartanya sedikit. Sedikit apalagi banyak warisan itu tetap harus dibagikan, sebab bagian-bagian itu merupakan ketetapan dari Allah. Allah-lah pemilik harta yang sesungguhnya. Dia pula yang harus menentukan pembagian itu. Andaikan si mayit itu meninggalkan utang, maka harta miliknya digunakan dulu untuk membayar utangnya. Jika habis, malahan kurang, maka yang mempunyai kewajiban membayar utangnya adalah ahli waris, kecuali bila ada orang lain yang bersedia menanggungnya. 

Hak-Hak Yang Berkaitan dengan Tirkah

Tirkah adalah segala hal yang ditinggalkan oleh mayit dari apa yang dimilikinya ketika dia masih hidup berupa harta atau hak.

Tirkah berupa harta benda bisa berupa uang, rumah, tanah dan yang lainnya. Sedangkan tirkah berupa hak misalnya hak menarik dari hasil suatu perkebunan.

Sebelum membagikan hak tirkah kepada ahli waris, ada beberapa hak yang berkaitan dengan tirkah yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:

  1. Pembiayaan untuk pengurusan mayit, seperti kafan, upah untuk orang yang memandikan, upah untuk orang yang menggali kubur dan sebagainya.
  2. Hutang; baik itu hutang pinjaman atau hutang seperti zakat yang belum dibayarkan, nazar dan kifarat yang belum dilaksanakan.
  3. Wasiat
  4. Waris

Sebab-Sebab Seseorang Mendapat Waris

  1. Nasab (keturunan)
  2. Nikah
  3. Wala’  : wala’ itu hak mendapat waris karena memerdekakan hamba sahaya, maksudnya seseorang dapat waris dari seorang hamba yang ia pernah merdekakan.

Penghalang Menerima Waris

  1. Berbeda Agama. Dalam salah satu hadits dijelaskan, “Orang muslim tidak jadi waris bagi orang kafir dan tidak pula orang kafir menjadi ahli waris bagi orang muslim”. (HR. Bukhari)
  2. Membunuh ; kalau seseorang dengan sengaja membunuh seorang yang ia akan jadi ahli warisnya, maka ia tidak akan mendapat waris.
  3. Rasulullah bersabda, “Orang yang membunuh tidak bisa menjadi ahli waris”. (Tirmidzi) – meskipun hadits ini lemah, tapi digunakan oleh ahli ilmu.
  4. Perhambaan ; seorang hamba sahaya (budak) tidak bisa jadi ahli waris dan tidak bisa pula meninggalkan harta untuk diwarisi.