Tafsir Ringkas QS. Al Fatihah 1-7


QS. Al Fatihah : 1

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

بِسْمِ اللّٰهِ
Dengan Nama Allah

Maksudnya, saya memulai membaca Al Quran ini dengan menyebut nama Allah.

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Tuhan yang telah memberikan nikmat-Nya yang begitu besar kepada kita, salah satunya adalah diturunkannya Al Qur’an sebagai petunjuk hidup. Dan dengan kasih sayang-Nya, kita diberi kekuatan untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas kita sebagai hamba-Nya.

Ayat ini juga memberikan petunjuk kepada hamba-hamba-Nya agar membuka seluruh pekerjaan atau aktivitasnya dengan membaca Bismillahirrahmaanirrahiim.

Dalam salah satu hadits dijelaskan, dari Abu Hurairah ra, Rasulullah ﷺ bersabda :

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ
Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib)


QS. Al Fatihah : 2

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ 
Segala Puji bagi Allah,

Ibnu Abbas mengatakan bahwa ucapan “Alhamdulillah” merupakan kalimat yang diucapkan oleh semua orang yang bersyukur. Jadi setiap orang yang bersyukur, ia akan mengucapkan “Alhamdulillah”.

Pengertian syukur sendiri menurut bahasa adalah mengakui kebaikan atas nikmat yang sudah diberikan kepadanya. Ungkapan rasa syukur ini bisa keluar dari hati maupun lisan, dengan tangan atau dengan anggota badan lainnya.

Melalui kalimat ini (Alhamdullillah), Allah mengajarkan kepada hamba-Nya agar selalu memuji-Nya, sebab Dia-lah sumber kenikmatan yang ada di muka bumi ini. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini, semuanya dari Allah, karena itu hanya Allah sajalah yang berhak dipuji. 

رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Tuhan Semesta Alam

Allah Pencipta alam semesta, Dia-lah yang menciptakan semua makhluk, mengaturnya, memberinya rezeki, dan Allah-lah yang menguasai dan memiliki alam semesta ini.

QS. Al Fatihah : 3

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ

الرَّحْمٰنِ
Maha Pengasih

Ar Rahman (Maha Pengasih) dilimpahkan kepada seluruh makhluk tanpa kecuali, baik ia seorang mukmin ataupun kafir, sebagai wujud dari kemahapemurahan-Nya. Seperti anugerah rezeki, kesehatan fisik dan akal, serta sarana kehidupan lainnya yang ada di muka bumi ini.

الرَّحِيْمِۙ 
Maha Penyayang

Sedangkan Ar Rahim (Maha Penyayang) dilimpahkan hanya bagi hamba-hamba-Nya yang terpilih, atau khusus bagi orang-orang yang beriman dengan memberikan kemudahan kepada mereka dalam menjalankan keta’atan dan meninggalkan kemaksiatan. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Ahzab : 43,
وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَحِيْمًا
Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ahzab : 43)
 
Bahkan di akhirat kelak akan diberikan balasan surga yang penuh dengan kenikmatan.

Dalam salah satu hadits, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 100 rahmat. Salah satu diantaranya diturunkannya kepada kaum jin, manusia, hewan, dan tetumbuhan. Dengan rahmat itulah mereka saling berbelas kasih dan menyayangi. Dengannya pula binatang liar mengasihi anaknya. Dan Allah mengakhirkan 99 rahmat untuk Dia curahkan kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.” (Muttafaq ‘alaih)

QS. Al Fatihah : 4

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ
Yang menguasai di Hari Pembalasan

Yaitu hari dimana semua urusan ada dalam kekuasaan Allah, sebagaimana dalam  QS Al Infithar : 19 dijelaskan,
يَوْمَ لَا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِّنَفْسٍ شَيْـًٔا ۗوَالْاَمْرُ يَوْمَىِٕذٍ لِّلّٰهِ
(Yaitu) pada hari (ketika) seseorang sama sekali tidak berdaya (menolong) orang lain. Dan segala urusan pada hari itu dalam kekuasaan Allah. (QS. Al Infithar : 19)

Pada hari itu Dia berkehendak sesuai kehendak-Nya, mengampuni yang Dia kehendaki dan mengazab yang Dia kehendaki dengan keadilan dan kemurahan-Nya. 

Jika tiba hari pembalasan, maka setiap orang akan menerima balasan yang sempurna, tak kurang sedikitpun. Jika perbuatannya baik, maka balasannya pun akan baik. Dan jika perbuatannya buruk, maka balasannya pun akan buruk. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ  وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (QS. Az Zalzalah : 7-8)

QS. Al Fatihah : 5

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

اِيَّاكَ نَعْبُدُ
Hanya kepada Engkaulah kami menyembah

Maksudnya adalah hanya kepada Engkau-lah kami beribadah. Seluruh ibadah yang kita lakukan hanya untuk Allah, bukan kepada yang lain, dan hanya Allah-lah yang patut kita ta’ati. 

Dalam ayat ini terkandung petunjuk bahwa seorang hamba tidak boleh melakukan sesuatupun dari jenis-jenis ibadah kecuali hanya untuk Allah semata. Dan dalam ayat ini juga tersirat, Allah memerintahkan kepada kita agar ikhlas dalam beribadah kepada-Nya, berlepas diri dari segala kemusyrikan.

وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. 

Kata isti’anah yang dinukil dari Nasta’in, berarti memohon ma’unah atau pertolongan agar bisa menyempurnakan pekerjaan dengan baik, karena ia sendiri tidak bisa melakukannya. Pengertian Isti’anah (minta pertolongan) seperti ini sama dengan pengertian tawakal kepada Allah, ini adalah puncak tauhid dan ibadah yang paling ikhlas.
 
Disebutkannya isti'anah (mohon pertolongan) kepada Allah Ta'ala setelah ibadah memberikan pengertian bahwa seseorang tidak dapat menjalankan ibadah secara sempurna kecuali dengan pertolongan Allah Ta'ala dan menyerahkan diri kepada-Nya. Ayat ini menunjukkan lemahnya manusia mengurus dirinya sendiri sehingga diperintahkannya untuk meminta pertolongan kepada Allah dalam menjaga ibadahnya agar tidak menyimpang dari tuntunannya.

QS. Al Fatihah : 6

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ

Tunjukilah kami ke jalan yang lurus

Maksudnya tuntunlah kami, bimbinglah kami dan arahkan kami kepada jalan yang lurus. Agar ibadah yang kita lakukan tidak menyimpang dari tuntunan yang sudah ditetapkan.
  
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah mengatakan bahwa takwil yang lebih utama dari ayat tersebut ialah, “Berilah kami taufik keteguhan dalam mengerjakan semua yang Engkau ridhai.”

QS. Al Fatihah : 7

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ 
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; 

Jalan yang lurus yang diminta oleh kita dalam ayat sebelumnya adalah, jalan orang-orang yang telah diberikan anugerah nikmat kepada mereka, yaitu jalanya yang ditempuh oleh para Nabi, para shiddiqin, para syuhada dan orang-orang shaleh, sebagaimana dijelaskan dalam QS. An Nisa : 69, 
Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang Shaleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An Nisa : 69)


غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Dan jalan yang kita mohon itu bukan jalan mereka yang dimurkai, yaitu mereka yang mengetahui kebenaran tetapi tidak mengikuti dan mengamalkannya, bahkan menentangnya. Dan bukan pula jalan mereka yang sesat dari jalan kebenaran dan kebaikan, karena kelalaian mereka dalam mencari kebenaran dan mencari petunjuk.
 
Disunnahkan kepada orang yang selesai membaca Al Fatihah untuk mengucapkan,  ( آمِيْن )  aamiin, yang artinya perkenankanlah atau kabulkanlah.