Sebab-Sebab Datangnya Kelapangan Hati

فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجٗا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِۚ كَذَٰلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ  

Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al An’am [6] : 125)

Dalam kitab Zaadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim, beliau memaparkan sebab-sebab datangnya kelapangan hati. 

Sumber PERTAMA adalah tauhid. Seberapa lapang hati seseorang berhubungan erat dengan seberapa kuat dan sempurna tauhidnya. Sebaliknya, kemusyrikan adalah penyebab kesempitan hati dan duka cita. Dalam QS. Az-Zumar: 29, Allah mengumpamakan orang musyrik dengan seorang budak yang dimiliki oleh beberapa majikan sekaligus, sementara para majikan ini selalu bertengkar. Budak itu pasti sangat bingung dan serba salah. Bandingkan dengan seorang budak yang menjadi milik penuh dari seorang majikan saja. Hidupnya pasti lebih mudah, karena ia hanya melayani satu tuan, tidak dibingungkan oleh perintah aneka majikan yang seringkali saling bertentangan.

Sumber KEDUA adalah cahaya iman. Tatkala cahayanya lenyap dari hati, maka seseorang akan menghadapi kegelapan, sehingga merasa seolah-olah terkungkung dalam penjara paling sempit. Sebagaimana cahaya bisa membuat ruangan terkesan luas, demikian pula iman akan melapangkan hati. Maka, Al-Qur’an pun menggambarkan kekafiran (yakni, kebalikan iman) sebagai kegelapan yang berlapis-lapis: 

atau, seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, nyaris dia tidak dapat melihatnya. Barangsiapa yang tiada diberi cahaya (iman) oleh Allah, tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (Qs. an-Nur: 40).

Sumber KETIGA adalah ilmu. Tepatnya, ilmu yang diwarisi dari Rasulullah ﷺ, bukan sembarang ilmu. Dengannya, hati terasa sangat lapang bahkan lebih lapang dari dunia ini. Warisan kenabianlah yang membuatnya memiliki kesabaran berlipat, akhlak termulia, serta kehidupan paling tenteram. 

Al-Hasan al-Bashri berkata, “Dulu, bila seseorang telah mencari ilmu, maka tidak lama kemudian akan terlihat pengaruhnya pada tatapan matanya, kekhusyu’annya, lisannya, tangannya, shalatnya, dan kezuhudannya.” Beliau juga berkata, “Jika seseorang telah memperoleh satu bab dari ilmu, lalu ia mengamalkannya, maka jadilah ilmu itu lebih baik baginya dibanding dunia seisinya, andai ia memiliki dunia itu lalu ia menjadikannya untuk akhirat.” (HR. Darimi)

Sumber KEEMPAT adalah kembali kepada Allah, mencintai-Nya, berfokus kepada-Nya, dan menikmati asyiknya beribadah. Rasa cinta memiliki pengaruh ajaib terhadap kelapangan hati. Cinta membuat jiwa tenteram dan hati nyaman, apalagi cinta kepada Allah, Tuhan semesta alam. Sudah dimaklumi bahwa tiada kenikmatan bagi pecinta selain berjumpa, bercengkrama, dan berdua-duaan dengan kekasihnya. Ia pasti ingin berlama-lama bersamanya. Bila terpisah, ia pun sangat rindu ingin bertemu. Bila ia dihalangi dari yang dicintainya, hatinya akan merana.

CIRI SESEORANG YANG HATINYA LAPANG

Dalam kitab Ihya’ Ulumiddin dijelaskan bahwa orang yang hatinya lapang melahirkan budi pekerti lapang, yang ditandai dengan senyuman, kejujuran, menyenangkan ketika diajak bicara, berempati kepada orang lain, bisa mendengarkan pembicaraan orang lain, tidak mendominasi orang lain, melayani dengan baik orang lain, dan pandai memberikan solusi-solusi bijak terhadap problem orang lain. 

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ 

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar Ra’d [13] : 28)

Kelapangan dada, merupakan bab penting dalam proses pembentukan kepribadian menuju kearifan. Karena seringkali kearifan itu menuntut kita untuk mengalah. Mengalah dalam sebuah permasalahan kecil, agar kita tetap berfokus pada tujuan yang lebih besar. Mengalah dalam perjuangan hal-hal yang bersifat pencapaian pribadi, untuk kemaslahatan umat yang lebih besar. Hingga tingkatan yang paling tinggi; yaitu mengalah pada kenikmatan dunia yang fana, untuk mendapat kenikmatan akhirat yang hakiki kelak.

والله اعلم بالصواب