Talqin

Makna dan Ta'rif Talqin

Dalam Al-Mu‘jam Al-Wasith disebutkan bahwa talqin berarti mendiktekan atau membimbing seseorang untuk mengucapkan sesuatu. Dengan kata lain talqin menurut bahasa adalah mengajar dan membuat orang lain menjadi paham, dengan cara mendiktekan melalui lisan. Sedangkan menurut syariat adalah mengajarkan atau mengingatkan kalimat Laa ilaaha illallah kepada yang hampir mati agar ia mengikutinya (mengucapkannya), dan menjadikannya ucapan terakhir.

Perintah Talqin

Perintah talqin bentuknya umum, sehingga setiap muslim terkena akan perintah tersebut. Dalam salah satu hadit diterangkan.

عَÙ†ْ Ø£َبِÙŠ سَعِيدٍ اَÙ„ْØ®ُدْرِÙŠِّ Ù‚َالَ : Ù‚َالَ رَسُولُ اللهِ ï·º “Ù„َÙ‚ِّÙ†ُوا Ù…َÙˆْتَاكُÙ…ْ لاَØ¥ِلهَ Ø¥ِلاَّ الله. رواه مسلم والترمذي 

Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah ï·º bersabda, “Talqinilah orang yang hampir mati diantara kalian dengan Laa ilaaha illallah” (HR. Muslim,  Tirmidzi)

Kalimat Talqin

Kalimat talqin yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, diterangkan dalam beberapa hadits berikut:

عَÙ†ْ Ù…ُعَاذِ بْÙ†ِ جَبَÙ„ٍ Ù‚َالَ: Ù‚َالَ رَسُولُ اللهِ ï·º Ù…َÙ†ْ Ùƒَانَ Ø£َØ®ِرُ ÙƒَلاَÙ…ِÙ‡ِ :لاَØ¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِلاَّ اللهُ دَØ®َÙ„َ الجَÙ†َّØ©َ.رواه أحمد

Dari Muadz bin Jabal ia berkata, Rasulullah ï·º bersabda, “Barangsiapa akhir ucapannya Laa ilaaha illallah, niscaya ia akan masuk surga.” (HR, Ahmad, Fathu Al Rabani, VII : 56,57  dan Abu Dawud, Aunul Ma’bud, VIII: 385)

عَÙ†ْ عُØ«ْÙ…َانَ Ù‚َالَ: Ù‚َالَ رَسُولُ اللهِ ï·º : Ù…َÙ†ْ Ù…َاتَ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُ Ø£َÙ†َّÙ‡ُ لاَ Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِلاَّ اللهُ دَØ®َÙ„َ الْجَÙ†َّØ©َ.رواه مسلم

Dari Utsman, ia berkata, Rasulullah ï·º bersabda : ”Siapa yang mati dalam keadaan yakin, bahwasanya “Tidak ada Tuhan selain Allah”, niscaya ia masuk surga”. (HR. Muslim)

Dari keterangan hadits di atas, talqin hanya dengan kalimat la ilaaha illallah, tidak dengan kalimat lain. Tidak boleh ditambah atau dikurangi. Misalkan hanya dengan mengucapkan Allah saja, karena khawatir orang tersebut tidak sempurna dalam mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah. 

Tidak boleh berpikir seperti itu, karena sempurna atau tidak sempurna orang tersebut dalam mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah, itu bukan wewenang kita. Karena perintah dari Rasulullah dalam membimbing orang yang sakaratul maut adalah dengan kalimat Laa ilaaha illallah.

Tatacara Talqin

Orang yang dalam keadaan sakaratul maut, ia sedang menghadapi detik-detik terakhir dalam hidupnya. Tentunya sangat berat keadaan yang dihadapinya pada saat itu. Untuk itu, membimbing orang yang sakaratul maut harus dengan pelan-pelan dalam ucapannya, tidak dengan suara yang keras atau tergesa-gesa dalam membimbingnya, sehingga mengganggu konsentrasi orang tersebut.

Jika ia mengikuti ucapan laa ilaaha illallah atau hanya dengan isyarat bahwa ia telah mengucapkan, dan selama tidak mengucapkan kalimat yang lainnya, mentalqin cukup satu kali saja. Tetapi jika yang dibimbing itu mengucapkan kalimat lainnya, maka ulangi lagi talqin-nya.

Diriwayatkan dari Ibnu Al Mubarak, bahwasanya ketika ia menjelang wafatnya mulailah seorang laki-laki mentalqininya dengan laa ilaha illallah dan ia terus menerus memperbanyak kalimat tersebut. Maka Abdullah bin Al Mubarak berkata kepada laki-laki itu, “Jika aku sudah mengucapkan satu kali sungguh aku tetap dalam pendirian selama aku tidak mengucapkan kalimat lain.” (HR. At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi)

Mentalqini Orang Kafir

Dalam salah satu hadits dijelaskan, dari Abu Al-Musayab, ia berkata, ”Ketika Abu Thalib hampir mati, datanglah Rasulullah ï·ºmenjenguknya. Beliau melihat Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah bin Al Mugirah ada di sampingnya. Lalu Rasulullah ï·º berkata, ”Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaaha illallah, merupakan suatu kalimat yang aku akan bersaksi untukmu dengannya di sisi Allah”. Lalu Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah engkau membenci Millah (agama) Abdul Muthalib?”. Maka Rasulullah ï·ºterus-menerus mengingatkannya dan mengulangi kalimat laa ilaaha illallah itu, sehinggga akhir yang Abu Thalib ucapkan kepada mereka, bahwa ia tetap pada Millah Abdul Muthalib dan menolak untuk mengucapkan laa ilaaha Illallah.” (HR. Muslim)

Dari keterangan hadits di atas, mentalqinkan orang kafir itu diperbolehkan dengan tujuan untuk berdakwah. Dan ini adalah kesempatan terakhir bagi dia agar masuk Islam sebelum wafatnya.